Advertisement
Rumah subsidi pemerintah selalu menjadi incaran masyarakat yang betul-betul ingin memiliki tempat tinggal dengan harga terjangkau. Melalui Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah Untuk Rakyat yang digulirkan oleh pemerintahan Jokowi tahun 2015, pemerintah telah memberikan pendanaan untuk program tersebut dengan beberapa skema diantaranya yaitu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih Bunga (SSB).
Jika dibandingkan dari kedua skema tersebut, FLPP lebih optimal menjadi skema pembiayaan perumahan murah bersubsidi. Hal ini diungkapkan oleh Eddy Ganefo selaku Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), kepada Kompas.com pada hari Rabu (20/01/2016) kemarin.
Menurut Eddy, dana FLPP yang ideal yakni sebesar Rp 60 triliun, dengan jumlah tersebut dapat membiayai sekitar 500 ribu unit rumah. Namun, sayangnya dana FLPP untuk tahun 2016 ini sudah habis karena sudah dibayarkan pada tahun 2015. Nah, sebagai gantinya pemerintah kemudian memberikan skema SSB yang dinilai akan mencukupi kebutuhan dana untuk membangun program rumah subsidi itu.
Dengan skema Subsidi Selisih Bunga (SSB), masyarakat yang hendak membeli rumah tersebut dengan cara KPR akan dikenakan bunga sebesar 5 persen. Nah selisihnya dari bunga komersil yang berlaku di pasar itulah yang akan disubsidi oleh pemerintah.
Lebih lanjut Eddy menjelaskan, bahwa berdasarkan pengalaman tahun lalu hanya bank BTN saja yang mau menggunakan skema tersebut untuk mendanai program rumah subsidi pemerintah. Sementara bank-bank lainnnya beralasan bahwa mereka tidak mau menggunakan skema SSB karena harus memikul beban 100% Kredit Pemilikan Rumah (KPR)-nya. Padahal jika menggunakan skema pendanaan FLPP, bank hanya menanggung beban KPR sebesar 10 persennya saja. Sehingga skema FLPP dinilai lebih menarik untuk bank dibandingkan dengan SSB meskipun dalam prosesnya ada intervensi dari pemerintah.
*sumber : Kompas.com
